Oleh Moise Ratsara
Sebuah pernyataan keselamatan, sebuah pernyataan kasih yang paling dalam
Yesus berkata kepadanya, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Yohanes 14:6
Pernahkah Anda berada dalam situasi di mana Anda merasa tidak ada jalan keluar?
Berita itu datang tiba-tiba kepada kami. Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo di mana kami melayani sebagai misionaris, dikepung oleh pasukan pemberontak. Perang telah tiba di depan pintu kami, dan pemimpin negara pada saat itu telah menutup semua jalan keluar dari ibukota, termasuk bandara. Kami merasa terjebak dalam konflik yang mengerikan. Kami hampir merasa tidak berdaya. Untungnya, ada seseorang yang tahu jalan keluar: seorang duta besar yang berteman dengan keluarga kami. Dia memberi tahu kami tentang sebuah jalan keluar di mana pelabuhan di sepanjang Sungai Kongo akan dibuka hanya untuk satu hari untuk memasukkan pasokan yang sangat dibutuhkan. Setelah pasokan tersebut tiba, pelabuhan akan ditutup untuk waktu yang tidak dapat ditentukan. Kami berangkat pagi-pagi sekali dan melarikan diri untuk menyelamatkan diri.
Ketika Yesus memandang dunia yang dikelilingi oleh dosa dan keputusasaan ini, Dia berkata kepada para murid-Nya tentang rumah Bapa-Nya yang di dalamnya terdapat banyak rumah besar, tempat yang lebih baik dari dunia yang penuh dengan dosa ini. Tomas, yang sering menghadapi keraguan, mengajukan sebuah pertanyaan—yang mungkin sering ditanyakan oleh sebagian besar dari kita pada suatu saat dalam hidup kita: Bagaimana kita bisa sampai ke sana? Yesus menjawab dalam Yohanes 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Jalan
Perhatikan bahwa Yesus tidak mengatakan bahwa Aku adalah salah satu jalan kepada Bapa. Dia berkata, “Akulah jalan”—satu-satunya Jalan. Namun, ada yang lebih dari pernyataan Yesus yang pertama ini, khususnya dalam percakapan antara Dia dan murid-murid-Nya. Dalam ayat 1, tepat sebelum pernyataan ini, Yesus berkata kepada mereka, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Dengan kata lain, mengikuti Jalan itu membutuhkan “kepercayaan.” Ini membutuhkan iman. Hal ini membutuhkan sebuah pilihan.
Tuhan memberi kita bukti tentang keilahian dan kuasa-Nya, bahkan melampaui Kitab Suci. Seperti yang Paulus jelaskan dalam Roma 1:20, “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.”
Sebagai contoh, penyempurnaan alam semesta, penempatan Bumi di dalam galaksi kita, dan kerumitan DNA; semua ini menyingkapkan kepada kita beberapa cara di mana desain cerdas pasti terlibat dalam penciptaan. Dan bagi Yohanes, penulis kitab ini, Kristuslah yang menciptakan semuanya (Yohanes 1:1-3). Dia adalah Sang Pencipta, tetapi iman harus tetap dijalankan meskipun ada semua bukti ini. Kita harus memilih untuk percaya. Ellen White menyatakan, “Meskipun Tuhan telah memberikan banyak bukti untuk memiliki iman, Ia tidak akan pernah menyingkirkan semua alasan yang menyebabkan ketidakpercayaan. Semua orang yang mencari pegangan untuk menggantungkan keraguan mereka akan memperolehnya. Dan mereka yang menolak untuk menerima dan menaati firman Tuhan sampai semua keberatan telah dihilangkan, dan tidak ada lagi kesempatan untuk ragu, tidak akan pernah datang kepada terang.”[1] Mengapa? Karena Yesus tertarik pada hubungan dengan kita, bukan hanya pengaturan hukum berdasarkan fakta. Dia menginginkan kepercayaan kita, kasih kita.
Kebenaran
Ketika kita memilih untuk mengasihi Dia, pernyataan Kristus yang kedua dinyatakan, karena iman harus diberi kekuatan oleh kebenaran, dan Kristus mengatakan bahwa Dia adalah Kebenaran. Tiga pasal kemudian, dalam Yohanes 17, ketika Yesus berdoa kepada Bapa-Nya, Dia menjelaskan apa yang Dia maksudkan dengan menyatakan, “Kuduskanlah mereka oleh kebenaran-Mu. Firman-Mu adalah kebenaran” (ayat 17). Saat ini, kita hidup di dunia yang sering kali berusaha membingungkan kita demi keuntungannya sendiri, dan mengetahui mana yang benar dan mana yang palsu bisa menjadi tantangan tersendiri. Kita hidup di dunia yang penuh dengan kebisingan, namun di tengah-tengah itu semua, masih ada suara yang dapat diandalkan, yaitu Firman Tuhan. Dan ketika kita mengikuti Firman, Kristus berjanji bahwa Dia akan membebaskan kita dari kebohongan iblis dan penyesatannya serta membuat kita menjadi serupa dengan Dia (Yohanes 8:31-32, Yohanes 17:17,18). Namun, agar kita dapat mengalami kemerdekaan itu, kebenaran tidak hanya harus didengar tetapi juga harus dipraktikkan. Ellen Whites menasihati, “Pengakuan kesalehan belaka tidak ada artinya. Barangsiapa tinggal di dalam Kristus, dialah orang Kristen.”[2] Untuk tinggal di dalam Kristus, kita harus meluangkan waktu bersama Firman. Kita harus menjalankan iman kepada Firman, dan sebagai gantinya Firman akan meneguhkan iman kita.
Kehidupan
Dan ketika kita memilih untuk beriman kepada Jalan, dan menaati kebenaran, Yesus menjadi “Hidup” bagi kita. Penggunaan kata “hidup” dalam Yohanes ini dapat memiliki makna trinitas. Yang pertama adalah kehidupan yang Kristus berikan kepada kita untuk kita alami di dalam Dia ketika kita mengikuti pola-Nya, pengajaran-Nya, karakter-Nya, jalan-Nya. Seperti yang dikatakan Yohanes dalam Yohanes 1:4, “Di dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.” Dan terang ini menghalau kegelapan di sekeliling kita saat kita mengikuti hidup-Nya. Namun kemudian, dalam Yohanes 1:12, ia menambahkan dimensi lain pada pernyataan bahwa Kristus adalah “hidup.” Ia menjelaskan, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” Dan inilah dia: Melalui percaya kepada Kristus, kita menjadi putra dan putri Allah. Dan jika kita adalah putra dan putri sang Raja, maka kita juga menjadi ahli waris Kerajaan Allah, ahli waris kehidupan yang kekal. Dan ketiga, anugerah seperti itu tidak dapat dianggap enteng, karena harga yang dibayar Kristus bagi kita untuk mendapatkan akses tersebut secara harfiah adalah nyawa-Nya.
Oleh karena itu, ketika Yesus memberitakan kebenaran ini pada saat-saat terakhir pelayanan-Nya, jawaban-Nya kepada Tomas bukan hanya sebuah pernyataan keselamatan tetapi juga sebuah pernyataan kasih yang paling dalam bagi kita semua. Kristus menjadi jembatan antara manusia dan Allah, terbaring di kayu salib, dan memberikan segalanya untuk Anda dan saya. Sebagai tanggapannya, kiranya kita percaya kepada-Nya, menaati-Nya, dan hidup melalui-Nya, karena Yesus adalah jalan, kebenaran, dan hidup.